Minggu, 22 Maret 2015

Kisah Nabi Muhammad_Faiza'Blogs

Kisah Nabi Muhammad SAW Menjelang Ajal (SEDIH & NANGIS BACANYA)

 Kisah Nabi Muhammad SAW Menjelang Ajal 





Betapa mulia dan indahnya akhlak baginda Ya Rasulullah SAW Mengingatkan kita sewaktu sakratul maut.
'Pagi itu, Rasulullah dengan suara terbata memberikan petuah,
"Wahai umatku, kita semua ada dalam kekuasaan Allah dan cinta kasih-Nya. Maka taati dan bertakwalah kepada-Nya. Kuwariskan dua hal pada kalian, sunnah dan Al Qur'an. Barang siapa mencintai sunnahku, berati mencintai aku dan kelak orang-orang yang mencintaiku, akan bersama-sama masuk surga bersama aku".

Khutbah singkat itu diakhiri dengan pandangan mata Rasulullah yang teduh menatap sahabatnya satu persatu.
Abu Bakar menatap mata itu dengan berkaca-kaca, Umar dadanya naik turun menahan napas dan tangisnya. Ustman menghela napas panjang dan Ali menundukkan kepalanya dalam-dalam. Isyarat itu telah datang, saatnya sudah tiba.

"Rasulullah akan meninggalkan kita semua," desah hati semua sahabat kala itu.

Manusia tercinta itu, hampir usai menunaikan tugasnya di dunia. Tanda-tanda itu semakin kuat, tatkala Ali dan Fadhal dengan sigap menangkap Rasulullah yang limbung saat turun dari mimbar.
Saat itu, seluruh sahabat yang hadir di sana pasti akan menahan detik-detik berlalu, kalau bisa.
Matahari kian tinggi, tapi pintu Rasulullah masih tertutup. Sedang di dalamnya, Rasulullah sedang terbaring lemah dengan keningnya yang berkeringat dan membasahi pelepah kurma yang menjadi alas tidurnya.
Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam.
"Bolehkah saya masuk?" tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk,

"Maafkanlah, ayahku sedang demam," kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu.
Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah, "Siapakah itu wahai anakku?".

"Tak tahulah ayahku, orang sepertinya baru sekali ini aku melihatnya,"tutur Fatimah lembut.
Lalu, Rasulullah menatap puterinya itu dengan pandangan yang menggetarkan. Seolah-olah bahagian demi bahagian wajah anaknya itu hendak dikenang.
"Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malaikatul maut," kata Rasulullah, Fatimah pun menahan ledakan tangisnya.
Malaikat maut datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril tidak ikut bersama menyertainya. Kemudian dipanggillah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di atas langit dunia menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini. " Jibril, jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah?" Tanya Rasululllah dengan suara yang amat lemah.

"Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti rohmu. Semua surga terbuka lebar menanti kedatanganmu," kata Jibril.
Tapi itu ternyata tidak membuatkan Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan.
"Engkau tidak senang mendengar khabar ini?" Tanya Jibril lagi.
"Khabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?"

"Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku: Kuharamkan surga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya," kata Jibril.

Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan ruh Rasulullah ditarik. Nampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang.

"Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini." Perlahan Rasulullah mengaduh.
Fatimah terpejam, Ali yang di sampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril memalingkan muka.
"Jijikkah kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu Jibril?Tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu. 
"Siapakah yang sanggup, melihat kekasih Allah direnggut ajal," kata Jibril.
Sebentar kemudian terdengar Rasulullah mengaduh, karena sakit yang tidak tertahankan lagi.


"Ya Allah, dahsyat nian maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku."

Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tidak bergerak lagi.
Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, Ali mendekatkan telinganya.
"Uushiikum bis-shalaati, wamaa malakat aimaanukum - peliharalah shalat dan peliharalah orang-orang lemah di antaramu."


Di luar, pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan.
Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan.

"Ummatii, ummatii, ummatiii!" -
"Umatku, umatku, umatku"
Dan, berakhirlah hidup manusia mulia yang memberi sinaran itu.

Kini, mampukah kita mencintai sepertinya?
Allaahumma sholli 'alaa Muhammad wa'alaihi wasahbihi wasallim.
Betapa cintanya Rasulullah kepada kita.
Usah gelisah apabila dibenci manusia kerana masih banyak yang menyayangimu di dunia,
tapi gelisahlah apabila dibenci Allah kerana tiada lagi yang mengasihmu di akhirat kelak.



Puisi Cinta - Cinta memang adalah perasaan yang aneh karena seberapa kuat-pun perasaan itu ada di hati kita, kita tetap tidak sanggup mengutarakannya. Bisa jadi karena memang cinta tersebut tumbuh dalam pribadi tertutup dan tidak terlalu pandai berkata-kata, atau mungkin tumbuh untuk orang yangtidak sepantasnya. Bahkan tak jarang ada beberapa orang yang memendam perasaan cinta seumur hidupnya. Tetapi rasanya hal tersebut tidak terlalu berlaku di dunia modern, karena perkembangan teknologi selain mendobrak pakem yang selama ini diyakini oleh masyarakat juga mengubah paradigma tentangcinta. Semakin banyak karya-karya yang bertemakan cinta dipublikasikan baik di media-media elektronik maupun media-media di dunia maya. Hal ini membuka mata bahwa cinta memang bukan hal yang tabu untuk diutarakan. Tidak mengenal usia dan gender. Dan salah satu cara yang paling tepat digunakan untuk menyatakn cinta adalah dengan Puisi Cinta.

Puisi Cinta yang dihasilkan dari jiwa yang sedang dilanda asmara pasti akan terdengar sangat merdu, indah dan penuh makna. Apalagi jika puisi cinta tersebut di baca oleh orang yang kita cintai, ia mungkin akan langsung jatuh hati dan membalas cinta kita. Nah, untuk anda yang tidak terlalu pandai merangkai kata, anda tidak perlu cemas karena saat ini tersebar ribuan bahkan jutaan karya-karya bertemakan cinta, terutama puisi, yang berasal dari seluruh belahan dunia, baik penulis profesional maupun penulis amatir. Dan di bawah ini sengaja telah kami rangkum kumpulan Puisi Cinta yang indah dan menyentuh hati, selamat menikmati :

Puisi Cinta
Kumpulan Puisi Cinta

TENTANG HATIKU
Oleh Febi "bee"

Aku,
Pernah merasa terluka karena mu
Kamu,
Pernah menoreh pedih dihatiku
Kita,
Pernah juga terbakar api amarah yang sama
Acapkali aku berucap ingin mengabaikanmu

Membencimu,
Dan menghapus semua tentangmu
Tapi yang kusadari kini
Kamu tak pernah beranjak pergi

Separah apapun luka yang kamu beri
Ada bagian dalam kalbuku yang selalu mengingatmu,mengenangmu
dan merindu.....
Berharap suatu waktu untuk menatapmu lagi dan lagi

Kamu....
Yang tlah pergi dan takkan kembali
Kan kubiarkan satu sisi kalbuku menghuni tentangmu
Hari ini , esok , tanpa batasan waktu
Selamanya.... seperti janjimu dulu....

ANTARA ENGKAU AKU DAN CINTA 
Oleh Febi "bee"

Seandainya aku jauh darimu
Akankah kau merindukan aku??
Jika saja aku tak sedang bersamamu...
Terfikirkah olehmu untuk lari meninggalkan aku....
Saat kita terjalin dalam asa yang sama

Pernahkah jenuh menggelitiki hatimu....
Aku tak tau dan tak ingin tau,
Bisa saja kau pernah ragu padaku
Mungkin juga bimbang pernah merajai kalbumu
Karna hati adalah medan luas yang tak bisa dipahami
Yang tak mungkin bisa untuk dimengerti

Dan ketika kehampaan itu datang menghampirimu
Mengusik musim semi dihatimu
Menghempas awan hitam di fikiranmu

Percayalah......
Selamanya....adalah mimpi yang harus tetap terjaga
Antara aku engkau dan cinta......
CARAKU MENCINTAIMU
Oleh Edi_Sientong

Dengan tak menghubungimu,
tak juga mengirim pesan untuk menanyakan kabarmu,
dan bahkan sekedar chatting untuk menyapamu,
aku mencintaimu dengan menjauh darimu,
bukan karena aku membencimu,

Namun karena aku ingin menjagamu dan menjaga diriku sendiri dari khalwat yang menjebak,
aku mencintaimu dengan menjaga diriku dan dirimu,
menjaga kesucianku dan kesucianmu,
menjaga kehormatanku dan kehormatanmu,...
menjaga kebeningan hatiku dan hatimu,

Ya......
Beginilah caraku mencintaimu,
mencintaimu dalam diamku,
karena diamku adalah bukti cintaku padamu..

Dan sekarang,
keadaan menegurku,
sehingga dapat membantu menyadarkanku dari kesalahan yang telah aku perbuat,
meskipun pesonamu terhadapku belum pulih,
belum pulih..

Aku tak bisa memungkiri,
bahwa setiap manusia pasti akan merasakan fitrahnya,
termasuk permasalahan ketertarikannya terhadap lawan jenis,
maka jika harus demikian,
untuk apa jika hati ini aku tambatkan kepada siapa yang bukan orangnya nanti,
jika memang hati ini sangat peka terhadap pengaruh diri yang memilikinya ketika hati ini salah dalam pengelolaanya,

oleh karenanya,
jika aku harus mencintai lawan jenis adalah fitrahku sebagai manusia, maka aku akan mencoba untuk mencintai siapa yang akan menikah denganku nanti,
walaupun aku belum pernah bertemu dengannya,
lantaran pasti Allah akan mempertemukanku dengannya,
sehingga usahaku yang sia-sia akan cenderung berkurang di dalam lingkup fitrahku,
InsyaALLAH..

Kalau saja Allah menjadikan aku menikah dengan seorang wanita yang ditakdirkan Allah kepadaku,
maka untuk apa aku berharap dan menghabiskan waktuku kepada yang lainnya,
yang belum tentu akan menjadi istri ku kelak,
sedangkan hati ini mudah terdominasi dengan sesuatu hal yang lain,.

Dan rasa ketertarikanku cukuplah akan aku tumpahkan kepada istri ku kelak..

Yaa Allah, sucikanlah hatiku hanya untuk siapa yang pantas menempatinya dengan keridhoanMu, cukup dia sajalah yang aku cintai karena aku tidak menginginkan keburukan ketika aku berbuat salah terhadap hatiku,
amiiin..
SEPERTI BINTANG
Oleh Reynaldi Akbar

Layaknya bintang dan bulan yang menerangi malam
Seperti itulah engkau oh pujaanku
Tak ada hentinya ku menyanjungmu dengan kata-kata
Sungguh kaulah yang kudamba

Takkan pernah habis kata-kata untukmu
Semua yang aku katakan itu tulus dari hati
Bukan hanya sekedar gombalan belaka
Ataupun hanya rayuan semata

Kau itu seperti bintang
Bahkan lebih dari bintang
Karena sinar wajahmu yang begitu terang
Membuatku semakin menggilaimu

Walau terbuang percuma waktu demi kamu
Aku rela melakukan itu
Agar kau bisa menjadi milikku
Di sepanjang hidupku
BUNGA
Oleh Nadine Nur Athifah.

Bunga... Kau warna-warni
Bagaikan sayap kupu-kupu yang indah

Bunga...
Kau harum sekali
Ingin aku memetikmu
Akan Tetapi... aku tidak boleh memetikmu

Bunga...
Janganlah kau layu atau mati
Kalau kau layu atau mati aku akan menangis tersedu-sedu


Semoga artikel singkat tentang kumpulan Puisi Cinta di atas bermanfaat untuk siapapun yang membutuhkannya. Mungkin juga dapat anda gunakan untuk mengasah nilai artistik dalam diri anda, sehingga jika suatau saat anda membutuhkan sebuah puisi, anda akan dengan sangat mudah membuatnya. Jangan lupa SHARE dan Like nya ya.

Tugas Bahasa Jawa

TUGAS BAHASA JAWA
http://www.redio.in/fotoberita/image%281%29.jpegBIOGRAFI KH. ABDUL HAMID






r9of0v0





DISUSUN OLEH :
1. Siti Amiatul Badriyah                    (23)
2. Siti Fatimah                                     (24)
3. Siti Nur Faizah                               (25)
4. Siti Rema Shaema Devtah Niva    (26)


KELAS IX D
SMPN 2 PASURUAN
Jl. Soekarno Hatta No. 84 Pasuruan

Biografi KH Abdul Hamid 
 KH. Abdul hamid Lahir tahun 1333 H ing Desa Sumber Girang, Lasem, Rembang, Jawa Tengah. Sedo 25 Desember 1985. Sekolah: Pesantren Talangsari, Jember; Pesantren Kasingan, Rembang, Jateng; Pesantren Termas, Pacitan, Jatim. Pengabdian: pengasuh Pesantren Salafiyah, Pasuruan
Kesabarane pancen diakui mboten kale para santri, tapi ngge kale keluarga lan masyarakat serta umat islam kang tau kenal. Sanget jarang beliau ngamok , baik teng santri utawi teng anak lan istrinya. Kesabaran Kiai Hamid ing dinten tua, khususe sawise kawin, sebenare kontras kale sifat kerase di masa enome.
“Kiai Hamid dulu sanget keras,” jarene Kiai Hasan Abdillah. Kiai Hamid lahir di Sumber Girang,ing desa di Lasem, Rembang, Jawa Tengah, pada tahun 1333 H. Beliau yaiku anak ketiga teko rolas  saduluran, lima sadulure yaiku saudara seibu.Saniki, di antara ke 12 dulur kandunge,kari 2 seng isih urip, yaiku Kiai Abdur Rahim, Lasem, dan Halimah. Sedang dari lima saudara seibunya, tiga orang masih hidup, yaitu Marhamah, Maimanah dan Nashriyah, ketiganya di Pasuruan. Hamid dibesarkan di tengah keluarga santri. Ayahnya, Kiai umar, adaiah seorang ulama di Lasem, dan ibunya adalah anak Kiai Shiddiq, lan ulama di Lasem lan sedo ing Jember, Jawa Timur.
Masa Cilik KH Abdul Hamid
Kiai Shiddiq yaiku ayah KH. Machfudz Shiddiq, tokoh NU, dan KH. Ahmad Shiddiq, mantan Ro’is Am NU. Keluarga Hamid pancen nduwe keterikatan seng sangat kuat kale dunia pesantren.Ingkang dulure seng lain, Hamid mulai cilik dipersiapake gawe dadi kiai. Anak kepapat iku mula-mula sinau mbaca al-Quran teko ayahe. Wektu  umur 9 tahun, ayahe mulai ngajari ilmu fiqih dasar.
3 tahun meneh, putu kesayangan itu mulai pisah teko wongtuane, gawe menimba ilmu di pesantren kakeknya, KH. Shiddiq, di Talangsari, Jember, Jawa Timur. Konon, demikian penuturan Kiai Hasan Abdillah, Kiai Hamid sanget disayang apik teng ayah utawa kakeknya. Pas cilik,ketok tanda-tanda bahwa beliau bakal dadi wali lan ulama ageng.
“Wektu usia enem  tahun,wes ketemu kale Rasulullah,”jarene. Di njero kepercayaan seng berkembang di kalangan warga NU, khususe kaum sufi, Rasulullah walau wes wafat sekali waktu nemoni wong-wong tertentu, khususe para wali. Duduk di njero kono ae, tapi secara nyata.
Pertemuan dengan Rasul menjadi semacam legitimasi bagi kewalian seseorang. Kiai Hamid molai ngaji fiqih teko ayahne lan para ulama ing Lasem. Pas umur 12 tahun, beliau molai berkelana. Mula-mula ia belajar di pesantren kakeke, KH. Shiddiq, ing Talangsari, Jember. 3 tahun maneh beliau dijak kakeke gawe lungo kaji menyang pertama kali kale keluarga, paman-paman lan bibi-bibi e. Nggak suwe meneh pindah menyang pesantren di Kasingan, Rembang. Di desa iku lan desa-desa sekitarnya, ia belajar fiqh, hadits, tafsir dan lain lain. Pada usia 18 tahun, ia pindah lagi ke Termas, Pacitan, Jawa Timur.
Byen,koyok dituturkan anak bungsunya seng saiki nggantino dadi pengasuh Pesantren Salafiyah, H. Idris, “Pesantren itu sudah cukup maju untuk ukuran zamannya, dengan administrasi seng cukup rapi. Pesantren yang diasuh Kiai Dimyathi itu telah melahirkan akeh ulama terkemuka, antara lain KH Ali Ma’shum, mantan Ro’is Am NU.” Menurut Idris, inilah pesantren seng wes akeh berperan dalam pembentukan bobot keilmuan Hamid. Di sini ia juga belajar berbagai ilmu keislaman.Wangsule teko pesantren iku, beliau tinggal di Pasuruan, kale wong tuane . Di kene semangat keilmuannya nggak tau Padam. Karo tekun, beliau melu pengajian Habib Ja’far, ulama besar di Pasuruan pas iku, tentang ilmu tasawwuf.
Menjadi Blantik
Hamid kawin pas umur 22 tahun karo sepupune dewe, Nyai H. Nafisah, putri KH Ahmad Qusyairi. Pasangan iki dikarunia enem anak, siji di antarane putri. Saiki tinggal telu wong seng isih urip, yaiku H. Nu’man, H. Nasikh dan H. Idris.
Hamid ngelakoni masa-masa awal urip berkeluarga soroh. Selama beberapa tahun beliau teros urip bareng mertuae ing umah seng adoh lan mewah. Gawe nguripi keluargane, saben dino beliau ngayuh sepeda sejauh 30 km pulang pergi, sebagai blantik (broker) sepeda. Sebab, kata ldris, pasar sepeda waktu itu ada di desa Porong, Pasuruan, 30 km ke arah barat Kotamadya Pasuruan.
Kesabarane bareng kale diuji. Hasan Abdillah menuturkan, Nafisah yang dikawinkan orangtuanya selama dua tahun mboten patut (tidak mau akur). Namun ia menghadapinya dengan tabah. Kematian bayi pertama, Anas, telah mengantar mendung di rumah keluarga muda itu.
Terutama gawe sang istri Nafisah seng begitu gundah, sehingga Hamid merasa perlu mengajak istrinya itu ke Bali, sebagai pelipur lara. Sekali lagi Nafisah dirundung kesusahan yang amat sangat setelah bayinya yang kedua, Zainab, meninggal dunia pula, padahal umurnya baru beberapa bulan. Lagi-lagi kiai yang bijak itu membawanya bertamasya ke tempat lain. KH. Hasan Abdillah, adik istri Kiai Hamid, menuturkan, seperti layaknya keluarga, Kiai Hamid nggak disapa karo istrine selama empat tahun.
Tapi, tak pernah sekalipun keluhan darine. Bahkan sedemikian rupa ia dapat menutupinya sehingga tak ada orang lain yang mengetanuinya. “Uwong tuo kapan ndak digudo karo anak Utowo keluarga, ndak endang munggah derajate (Orangtua kalau tidak pernah mendapat cobaan dari anak atau keluarga, ia tidak lekas naik derajatnya)”, katanya suatu kali mengenai ulah seorang anaknya yang agak merepotkan.
Kesabaran beliau ngge diterapkan dalam mendidik anak-anaknya. Menut Idris, tidak pernah mendapat marah, apalagi pukulan dari ayahnya. Menurut ldris, ayahnya lebih banyak memberikan pendidikan lewat keteladanan. Nasihat sangat jarang diberikan. Akan tetapi, untuk hal-hal yang sangat prinsip, shalat misalnya, Hamid sangat tegas.
Merupakan keharusan bagi anak-anaknya gawe bangun pada saat fajar menyingsing, guna menunaikan shalat subuh, meski seringkali orang lain yang disuruh ngguga kabeh, Hamid juga memberi pengajaran membaca al-Quran dan fiqih pada anak-anaknya di masa kecil. Namun, begitu kabeh menginjak remaja, Hamid lebih seneng menyerahkan anak-anaknya ke pesantren lain.
Nggak  hanya nang anak-anak, tapi juga istrinya, Hamid memberi pengajaran. Waktunya tidak pasti. Kitab yang diajarkan pun tidak pasti. Bahkan, ia mengajar tidak secara berurutan dari bab satu ke bab berikutnya. Pendeknya, ia seperti asal comot kitab, lalu dibuka, dan diajarkan pada istrinya. Lan lebih akeh, kata Idris, seng diajarkan yaiku kitab-kitab mengenai akhlak, koyok Bidayah al-Hidayah karya Imam Ghazali, “Tampaknya yang lebih ditekankan adalah amalan, dan bukan ilmunya itu sendiri,” jelasnya.
Amalan dari kitab itu pula yang ditekankan Kiai Hamid di Pesantren salafiyah. Kalau pesantren-pesantren tertentu dikenal dengan spesialisasinya dalam bidang-bidang ilmu tertentu – misainya alat (gramatika bahasa Arab) atau fiqh, maka salafiyah menonjol sebagai suatu lembaga untuk mencetak perilaku seorang santri seng baik.
Di sini, Kiai Hamid mewajibkan para santrinya shalat berjamaah lima waktu. Sementara jadwal kegiatan pesantren lebih banyak diisi dengan kegiatan wirid yang hampir memenuhi jam aktif. Semuanya harus diikuti oleh seluruh santri. Kiai Hamid sendiri, tidak banyak mengajar, kecuali kepada santri-santri tertentu yang dipilihnya sendiri. Selain itu, khususnya di masa-masa akhir kehidupannya, ia hanya mengajar seminggu sekali, untuk umum.
Mushalla pesantren lan pelatarannya saben dino Ahad selalu penuh ambek pengunjung gawe melu pengajian sawise  salat subuh ini. Mereka tidak hanya datang dari Pasuruan, tapi juga kota-kota Malang, Jember, bahkan Banyuwangi, termasuk Walikota Malang waktu itu. Yang diajarkan adalah kitab Bidayah al-Hidayah karya al-Ghazali. Konon, dalam setiap pengajian, ia hanya membaca beberapa baris teko kitab iku.
Selebihne yaiku cerita-cerita tentang ulama-ulama masa lalu sebagai teladan. Nggak jarang, banyu matane mengucur deras ketika bercerita. Disuguhi Kulit Roti Kiai Hamid memang sosok ulama sufi, pengagum imam Al-Ghazali dengan kitab-kitabnya lhya ‘Ulum ad-Din dan Bidayah al-Hidayah. Tapi, corak kesufian Kiai Hamid duduk seng menolak dunia ambek sekali. Beliau, konon, memang selalu menolak dikek i montor Mercedez, tapi beliau gelemnumpak i. Bangunan lan perabotan-perabotannya cukup apik, meski nggak terkesan mewah.
Beliau seneng berpakaian lan bersorban seng serba putih. Cara berpakaian maupun penampilannya selalu ketok rapi, nggak kedodoran. Pilihan pakaian yang dipakai juga tidak bisa dibilang berkualitas rendah. “Berpakaianlah yang rapi dan baik. Biar saja kamu di sangka orang kaya. Siapa tahu anggapan itu merupakan doa bagimu,” katanya suatu kali kepada seorang santrinya. Namun, Kiai Hamid bukanlah orang yang suka mengumbar nafsu. Justru, kata idris, ia selalu usaha melawan nafsu.
Hasan Abdillah cerita, suatu kali Hamid berniat untuk mengekang nafsunya dengan tidak makan nasi (tirakat). Tetapi, istrinya tidak tahu itu. Kepadanya lalu disuguhkan roti. Untuk menyenangkannya, Hamid memakan roti itu, tapi tidak semuanya, melainkan kulitnya saja. “O, rupane seneng kulit roti,” pikir istrinya. Esok e beliau tuku roti njero jumlah seng cukup gede, terus nyuguhno suaminya kulitnya saja. Kiai Hamid tertawa. “Aku duduk penggemar kulit roti. Lek aku mangan wingi,iku kerono aku bertirakat,” ujarnya.
Konon, berkali-kali Kiai Hamid ditawari montor  Mercedez oleh H. Abdul Hamid,wong sugih di Malang. Tapi, beliau terus nolaknya dengan halus. Lan gawe nggak nggawe kecewa, Hamid ngomong, beliau kate ngehubunginya sewaktu-waktu membutuhkan montor iku. Kiai Hamid memang selalu berusaha untuk tidak mengecewakan orang lain, suatu sikap yang terbentuk teko ajaran idkhalus surur (nyenengno wong liyo)koyok seng dianjurno nabi. Misalnya, jika bertamu dan sedang berpuasa sunnah, beliau selalu nyengetno nang tuan rumah, sehingga nggak ngerasa kecewa. Selain iku, beliau selalu nekani undangan, di endianteko sopo ae.